Profesi perawat seringkali diwarnai dengan tekanan kerja yang tinggi, sebuah realitas yang tak jarang berujung pada dampak negatif terhadap kesehatan mental, seperti kecemasan, depresi, dan penurunan kualitas hidup. Menyadari urgensi permasalahan ini, tim peneliti yang terdiri dari Bu Dewi Rokhmah dan Bapak Khoiron, bersama dengan timnya, melakukan studi mendalam untuk menginvestigasi hubungan antara stres kerja dengan kecemasan, depresi, serta kualitas hidup di kalangan perawat di Provinsi Jawa Timur, Indonesia.
Penelitian yang dilakukan pada bulan September hingga Oktober 2024 ini mengambil lokasi di tiga kota besar di Jawa Timur: Jember, Malang, dan Surabaya. Pemilihan ketiga kota ini bukan tanpa alasan. Surabaya, sebagai pusat urban provinsi, memiliki populasi perawat tertinggi. Sementara itu, Kabupaten Malang dan Kabupaten Jember menempati urutan kedua dan ketiga dalam hal jumlah perawat. Dengan demikian, pemilihan lokasi ini diharapkan dapat merepresentasikan keberagaman karakteristik wilayah di Jawa Timur, mencakup baik area urban maupun rural.
Menggunakan desain penelitian cross-sectional deskriptif, tim peneliti berhasil mengumpulkan data dari 205 perawat yang memenuhi kriteria inklusi, seperti usia 21-60 tahun, memiliki pengalaman kerja minimal satu tahun, dan bersedia berpartisipasi dalam penelitian. Kuesioner terstruktur digunakan sebagai instrumen pengumpulan data, mencakup aspek demografi, tingkat stres kerja, kecemasan, depresi, dan kualitas hidup.
Mengukur Beban Mental: Metode Pengumpulan dan Analisis Data
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari empat bagian. Bagian pertama menggali informasi demografis responden, meliputi usia, jenis kelamin, status pernikahan, tingkat pendidikan, area kerja (puskesmas atau rumah sakit), dan lama pengalaman kerja.
Untuk mengukur tingkat stres kerja, peneliti menggunakan Work Stress Scale (WSS) yang terdiri dari 8 item dengan skala Likert 5 poin. Skala ini dirancang untuk mengukur persepsi stres yang berhubungan dengan pekerjaan. Sementara itu, kecemasan diukur menggunakan Generalized Anxiety Disorder-7 (GAD-7), sebuah alat skrining yang umum digunakan untuk mengidentifikasi gejala gangguan kecemasan umum. Depresi diukur dengan Center for Epidemiologic Studies Depression Scale (CES-D), kuesioner 10 item yang dirancang untuk mengukur gejala depresi dalam populasi umum.Terakhir, kualitas hidup dinilai menggunakan World Health Organization Quality of Life-BREF (WHOQOL-BREF), versi singkat dari instrumen WHOQOL-100 yang mengukur kualitas hidup dalam empat domain: kesehatan fisik, kesehatan psikologis, hubungan sosial, dan lingkungan.
Data yang terkumpul kemudian dianalisis menggunakan metode statistik deskriptif untuk meringkas karakteristik responden dan skor variabel penelitian. Uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa data tidak terdistribusi normal, sehingga analisis bivariat menggunakan uji Spearman’s Rho dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berpotensi berhubungan dengan tingkat stres kerja yang lebih tinggi. Selanjutnya, analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengevaluasi hubungan antara stres kerja (variabel dependen) dengan kecemasan, depresi, dan kualitas hidup (variabel independen).
Temuan Mengejutkan: Stres Kerja Berkorelasi Signifikan dengan Kecemasan dan Kualitas Hidup
Hasil analisis data mengungkapkan korelasi yang signifikan antara stres kerja dengan kecemasan (nilai p 0,001) dan kualitas hidup (nilai p 0,001). Temuan ini mengindikasikan bahwa tingkat stres kerja yang lebih tinggi secara signifikan berhubungan dengan peningkatan kecemasan dan penurunan skor kualitas hidup di kalangan perawat di Jawa Timur.
Namun, hasil yang menarik muncul pada analisis regresi, di mana tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara stres kerja dengan depresi (nilai p 0,101). Meskipun demikian, kecemasan dan kualitas hidup terbukti menjadi prediktor signifikan terhadap stres kerja, menyumbang 13,4% dari varians stres kerja.
Implikasi dan Rekomendasi: Intervensi Terarah untuk Meningkatkan Kesejahteraan Perawat
Kesimpulan dari penelitian ini memberikan dukungan kuat untuk pengembangan intervensi terarah yang bertujuan untuk mengurangi kecemasan dan meningkatkan kualitas hidup perawat. Program kesehatan mental di tempat kerja dan perubahan organisasi rumah sakit yang kondusif untuk menciptakan budaya kerja yang positif menjadi sangat penting untuk diimplementasikan.
Meskipun penelitian ini memberikan wawasan berharga, para peneliti juga menyadari adanya keterbatasan, terutama terkait dengan penggunaan data laporan diri (self-reported data). Oleh karena itu, penelitian di masa depan disarankan untuk mengadopsi desain longitudinal dan menggunakan pengukuran objektif untuk mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif mengenai hubungan antara variabel-variabel yang diteliti.
Studi yang dilakukan oleh Bu Dewi Rokhmah, Pak Khoiron, dan tim peneliti ini menjadi pengingat penting akan beban kerja dan tekanan psikologis yang dihadapi oleh para perawat. Temuan ini diharapkan dapat menjadi landasan bagi pengembangan kebijakan dan program yang lebih baik untuk mendukung kesejahteraan mental para garda terdepan pelayanan kesehatan di Indonesia.
Referensi:
Susanto, T., Keliat , B. A. ., Windarwati , H. D. ., Nihayati, H. E. ., Ati, N. A. L., Istifada, R., Rokhmah, D., & Khoiron, K. (2025). Work stress, anxiety, depression, and quality of life among nurses in East Java: a cross-sectional study. Jurnal Ners, 20(1), 41–48. https://doi.org/10.20473/jn.v20i1.65098