Stunting masih menjadi tantangan besar di Indonesia, terutama di wilayah Papua. Penelitian kolaboratif yang melibatkan Dr. Novia Luthviatin, SKM, M.Kes., dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember, mengupas tuntas penyebab utama tingginya angka stunting pada anak balita di Papua dan Papua Barat. Studi ini menganalisis data Survei Status Gizi Indonesia 2022, melibatkan lebih dari 13 ribu anak di bawah lima tahun, dan dipublikasikan di Malaysian Journal of Medical Sciences edisi Juni 2025.
Temuan Utama: 11 Faktor Penentu Stunting
Penelitian ini menemukan prevalensi stunting balita di Papua mencapai 29,8%—angka yang masih jauh dari target nasional. Ada 11 faktor utama yang terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap risiko stunting pada anak-anak Papua, yaitu:
- Provinsi tempat tinggal: Anak di Papua lebih berisiko dibanding Papua Barat.
- Domisili: Anak di pedesaan 1,2 kali lebih berisiko stunting dibanding yang di perkotaan.
- Usia ibu: Ibu muda (≤19 tahun) memiliki risiko tertinggi melahirkan anak stunting.
- Pendidikan ibu: Semakin rendah pendidikan ibu, semakin tinggi risiko stunting. Anak dari ibu lulusan SD hampir dua kali lebih berisiko dibanding ibu lulusan perguruan tinggi.
- Status perkawinan ibu: Anak dari ibu cerai/janda lebih rentan stunting.
- Status pekerjaan ibu: Anak dari ibu tidak bekerja sedikit lebih berisiko.
- Status ekonomi keluarga: Anak dari keluarga termiskin hampir dua kali lebih berisiko stunting dibanding keluarga terkaya.
- Kunjungan ANC (Antenatal Care): Ibu yang tidak melakukan ANC selama kehamilan 1,15 kali lebih berisiko anaknya stunting.
- Usia anak: Anak usia 24–35 bulan paling banyak mengalami stunting.
- Jenis kelamin: Anak laki-laki 1,3 kali lebih berisiko stunting dibanding perempuan.
- Inisiasi Menyusu Dini (IMD): Anak yang tidak mendapat IMD 1,09 kali lebih berisiko stunting.
Apa Manfaat Temuan Ini?
Penelitian ini memberi peta jalan yang jelas untuk kebijakan penanggulangan stunting di Papua. Berikut manfaat nyata yang bisa diambil:
- Intervensi lebih tepat sasaran: Program penurunan stunting harus memprioritaskan keluarga miskin, ibu muda, ibu dengan pendidikan rendah, serta mereka yang tinggal di pedesaan.
- Peningkatan layanan kesehatan ibu dan anak: Edukasi pentingnya pemeriksaan kehamilan (ANC) dan inisiasi menyusu dini (IMD) harus digencarkan.
- Pemberdayaan ekonomi dan pendidikan perempuan: Terbukti sangat efektif dalam menurunkan risiko stunting.
- Perhatian khusus pada anak laki-laki dan usia 2–3 tahun: Karena kelompok ini paling rentan.
- Kolaborasi lintas sektor: Pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat perlu bekerja bersama agar intervensi lebih efektif.
Penelitian ini juga menyoroti pentingnya edukasi penundaan usia pernikahan dan peningkatan pendidikan perempuan di Papua. Dengan pendekatan berbasis data ini, diharapkan angka stunting di Papua dapat ditekan lebih cepat dan menjadi acuan nasional dalam upaya mencapai target pembangunan berkelanjutan di bidang kesehatan anak.
Referensi:
Wulandari RD, Laksono AD, Bela SRA, Fatiah MS, Rohmah N, Sukoco NEW, et al. Determining Policy Targets for Reducing the Number of Stunted Papuan Children Under Five Years Old in Indonesia: A Secondary Data Analysis of the 2022 Indonesian National Nutritional Status Survey. Malaysian Journal of Medical Sciences 2025;32:170. https://doi.org/10.21315/mjms-10-2024-798.