Wilayah pesisir dengan karakteristik tanah berpasir ternyata menyimpan kerentanan terhadap penyebaran mikroplastik. Tekstur tanah seperti ini memudahkan partikel-partikel plastik berukuran sangat kecil tersebut untuk berpindah dalam jarak yang lebih jauh. Di Dusun Kalimalang, sebuah wilayah pesisir di Kabupaten Jember, sebagian besar masyarakatnya masih mengandalkan air sumur gali yang tidak diolah untuk kebutuhan sehari-hari. Jika kondisi kontaminasi mikroplastik ini terjadi dalam jangka panjang, berbagai masalah kesehatan seperti stres oksidatif, perubahan metabolisme, gangguan kekebalan tubuh, hingga risiko kanker dapat mengintai.   

Menyadari potensi bahaya ini, mahasiswa Peminatan Kesehatan Lingkungan Prodi S1 Kesehatan Masyarakat FKM UNEJ, Ibu Globila, dan Bapak Isa melakukan penelitian untuk menganalisis kandungan, jumlah, serta faktor-faktor penyebab kontaminasi mikroplastik dalam air sumur masyarakat di Dusun Kalimalang.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode deskriptif. Sebanyak 30 sampel air dari masyarakat pengguna air sumur dipilih secara accidental sampling. Lokasi sepuluh sumur ditentukan menggunakan metode cluster random sampling yang diikuti dengan proportional random sampling. Data yang terkumpul kemudian dianalisis secara univariat dengan tabulasi silang (crosstab) untuk melihat potensi hubungan antar variabel.

Hampir Semua Sumur Tercemar, Konsumsi Harian Ratusan Partikel!

Hasil penelitian menunjukkan temuan yang mengkhawatirkan. Seluruh sepuluh sumur gali yang menjadi sampel penelitian ternyata telah tercemar mikroplastik. Total ditemukan 188 partikel mikroplastik dengan ukuran bervariasi antara 0,13 hingga 7,24 milimeter. Bentuk mikroplastik yang teridentifikasi meliputi serat (fibers), pecahan (fragments), dan filamen (filaments).   

Dari perhitungan, diperkirakan bahwa setiap harinya, masyarakat Dusun Kalimalang dapat mengonsumsi sekitar 235 partikel mikroplastik melalui air sumur gali yang mereka gunakan. Lebih lanjut, penelitian ini mengidentifikasi potensi faktor-faktor yang dapat meningkatkan jumlah mikroplastik dalam air sumur, seperti kedalaman sumur, jenis lantai sumur (semen atau tanah), keberadaan saluran pembuangan air limbah di sekitar sumur, serta jarak sumur dari lokasi pengelolaan sampah.

Temuan menarik lainnya adalah bahwa jarak sumur gali dari laut ternyata bukan merupakan faktor utama yang memengaruhi tingkat kontaminasi mikroplastik. Hal ini menunjukkan bahwa sumber kontaminasi mikroplastik kemungkinan besar berasal dari aktivitas dan pengelolaan sampah di daratan.

Berdasarkan hasil penelitian ini, para peneliti menyimpulkan adanya urgensi untuk mengimplementasikan sistem pengelolaan sampah plastik yang lebih baik, seperti prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Selain itu, tindakan pengolahan air sumur sebelum dikonsumsi, seperti perebusan dan filtrasi bertahap, juga sangat diperlukan untuk mengurangi risiko paparan mikroplastik bagi masyarakat Dusun Kalimalang. Kesadaran akan bahaya mikroplastik dan upaya kolektif dalam pengelolaan sampah serta pengolahan air menjadi kunci untuk melindungi kesehatan masyarakat pesisir dari ancaman kontaminasi mikroplastik.

Referensi:
Arwikana, A. A. ., Ma’rufi, I. ., & Nurika, G. (2025). Microplastic Contamination in Well Water in Coastal Area of Jember Regency: Study of Characteristics, Abundance and Potential Causal Factors. JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN17(1), 1–11. https://doi.org/10.20473/jkl.v17i1.2025.1-11