Negara-negara di kawasan Asia Tenggara dikenal memiliki beban penyakit tuberkulosis (TB) yang tinggi. Penyakit menular ini tidak hanya menyerang orang dewasa, tetapi juga menjadi ancaman serius bagi kesehatan anak-anak. Untuk memahami lebih dalam mengenai seberapa banyak anak-anak di Asia Tenggara yang terjangkit TB dan faktor-faktor apa saja yang berperan dalam kejadian ini, Ibu Adistha melakukan studi sistematis yang komprehensif. Penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan bukti-bukti ilmiah terkait prevalensi (angka kejadian) dan faktor risiko TB pada anak-anak di kawasan ini.
Dalam studi sistematis ini, Ibu Adistha melakukan pencarian artikel ilmiah secara menyeluruh pada empat database terkemuka, yaitu PubMed, Scopus, Embase, dan Web of Science. Artikel-artikel yang dipilih adalah yang dipublikasikan dalam bahasa Inggris antara tahun 2013 dan 2023. Kualitas setiap artikel yang terpilih dievaluasi dengan menggunakan alat penilaian kritis dari Joanna Briggs Institute (JBI) untuk menilai potensi bias risiko dalam studi cross-sectional. Pelaporan penelitian ini mengikuti panduan Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analysis(PRISMA) untuk memastikan transparansi dan kelengkapan.
Variasi Prevalensi yang Tinggi dan Faktor Risiko yang Kompleks
Setelah melalui proses seleksi dan evaluasi yang ketat, delapan studi memenuhi kriteria inklusi dan dianalisis lebih lanjut. Hasil analisis menunjukkan bahwa prevalensi TB pada anak-anak di negara-negara Asia Tenggara sangat bervariasi, berkisar antara 1,50% hingga mencapai angka yang mengkhawatirkan, yaitu 38,10%.
Lebih lanjut, studi sistematis ini berhasil mengidentifikasi beberapa faktor risiko yang terkait dengan kejadian TB pada anak-anak di kawasan ini. Faktor-faktor tersebut meliputi:
- Status Gizi: Anak-anak dengan status gizi yang kurang baik lebih rentan terhadap infeksi TB.
- Status Vaksinasi BCG: Vaksin Bacillus Calmette-Guérin (BCG) diketahui memberikan perlindungan terhadap TB, sehingga anak-anak yang tidak mendapatkan vaksin ini memiliki risiko lebih tinggi.
- Kontak Erat dengan Pasien TB: Paparan terhadap individu yang aktif menderita TB, terutama dalam lingkungan keluarga, meningkatkan risiko penularan pada anak-anak.
- Perilaku Merokok Orang Tua: Asap rokok lingkungan dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh anak dan meningkatkan kerentanan terhadap infeksi TB.
- Kondisi Lingkungan Hidup yang Tidak Sehat: Sanitasi yang buruk, ventilasi yang kurang memadai, dan kepadatan hunian dapat memfasilitasi penyebaran bakteri TB.
- Determinan Sosioekonomi: Faktor-faktor seperti kemiskinan dan tingkat pendidikan yang rendah juga berkontribusi terhadap risiko TB pada anak-anak.
Studi sistematis yang dilakukan oleh Ibu Adistha ini menunjukkan bahwa prevalensi TB pada anak-anak di beberapa negara Asia Tenggara masih sangat tinggi dan menjadi perhatian utama kesehatan masyarakat. Berbagai faktor risiko yang berhasil diidentifikasi dapat menjadi landasan penting dalam merancang dan mengimplementasikan intervensi yang bertujuan untuk mengurangi kasus TB dan mencegah penularannya di kalangan anak-anak. Upaya-upaya ini perlu melibatkan peningkatan status gizi anak, memastikan cakupan vaksinasi BCG yang optimal, mengedukasi masyarakat tentang pencegahan penularan TB, menciptakan lingkungan hidup yang sehat, serta mengatasi akar masalah sosioekonomi yang berkontribusi terhadap kerentanan terhadap penyakit ini. Dengan pemahaman yang lebih baik mengenai prevalensi dan faktor risiko TB pada anak di Asia Tenggara, diharapkan langkah-langkah pencegahan dan pengendalian yang lebih efektif dapat segera diimplementasikan.
Referensi:
Faisal, D. R., Noveyani, A. E., Purwatiningsih, Y., Lestyoningrum, S. D., Putro, W. G., Mikrajab, M. A., & Nugraheni, W. P. (2024). Prevalence and Associated Factors of Children Tuberculosis in Southeast Asia Countries: A Systematic Review. The Malaysian journal of medical sciences : MJMS, 31(6), 112–125. https://doi.org/10.21315/mjms2024.31.6.9