Upaya penanggulangan tuberkulosis (TB) masih menjadi tantangan serius di Indonesia. Sebuah riset terbaru yang dilakukan oleh Prehatin T. Ningrum, S.KM., M.Kes., atau yang akrab disapa Bu Harum, seorang dosen di Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Jember (Unej), menyoroti berbagai faktor yang berkontribusi terhadap kegagalan pengobatan TB paru. Hasil tinjauan naratif Bu Harum ini menegaskan pentingnya pendekatan komprehensif, tidak hanya dari sisi medis, tetapi juga non-medis, dalam memastikan keberhasilan terapi.

Riset berjudul “Non-success in pulmonary tuberculosis treatment: A narrative review of key contributing factors” ini menganalisis berbagai artikel relevan dari basis data ilmiah ternama seperti PubMed, ScienceDirect, ProQuest, Research Gate, dan Google Scholar. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk memeriksa secara komprehensif faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan dalam pengobatan TB.

Faktor-faktor Kunci Kegagalan Pengobatan TB Paru

Hasil tinjauan yang dilakukan Bu Harum mengidentifikasi beberapa faktor utama yang seringkali menjadi penyebab kegagalan pengobatan TB paru:

  • Usia Lanjut: Pasien lansia cenderung memiliki respons pengobatan yang berbeda dan seringkali menghadapi tantangan kesehatan lain yang memperumit penanganan TBC.
  • Komorbiditas: Kehadiran penyakit penyerta seperti diabetes melitus (DM) dan HIV secara signifikan meningkatkan risiko kegagalan pengobatan TB. Kondisi ini melemahkan sistem kekebalan tubuh pasien dan dapat mempengaruhi efektivitas obat.
  • Kadar Vitamin C Rendah: Temuan menarik lainnya adalah defisiensi vitamin C. Meskipun perlu penelitian lebih lanjut, kadar vitamin C yang rendah diindikasikan berkorelasi dengan kegagalan terapi.
  • Indeks Massa Tubuh (IMT) Rendah: Pasien dengan berat badan kurang (IMT rendah) juga berisiko lebih tinggi mengalami kegagalan pengobatan. Kondisi gizi yang buruk dapat memengaruhi respons tubuh terhadap terapi.
  • Ketidakpatuhan Pengobatan (Non-adherence): Ini merupakan faktor paling krusial. Banyak pasien TB yang tidak menyelesaikan seluruh rangkaian pengobatan atau tidak mengonsumsi obat sesuai anjuran, seringkali karena durasi pengobatan yang panjang atau efek samping obat.

Peran Tenaga Kesehatan dan Keluarga Kunci Keberhasilan

Tenaga kesehatan harus proaktif dalam memberikan edukasi, memantau kepatuhan pasien, dan memberikan dukungan emosional. Sementara itu, dukungan keluarga menjadi benteng utama bagi pasien untuk tetap termotivasi dan patuh menjalani pengobatan hingga tuntas. Riset ini menggarisbawahi bahwa penanganan TB tidak bisa hanya mengandalkan aspek farmakologis. Pendekatan multidisiplin yang melibatkan dokter, perawat, ahli gizi, konselor, serta dukungan kuat dari lingkungan sosial, terutama keluarga, adalah kunci untuk meningkatkan kepatuhan pasien dan pada akhirnya, keberhasilan pengobatan. Dengan memahami faktor-faktor ini, diharapkan program penanggulangan TB di Indonesia dapat dirancang lebih efektif, fokus pada intervensi yang tepat sasaran, dan melibatkan semua pihak untuk mewujudkan Indonesia bebas TB.

Referensi:

Junaidi, H. et al. (2024) “Non-success in pulmonary tuberculosis treatment: A narrative review of key contributing factors,” African Journal of Reproductive Health, pp. 421–429. Available at: https://doi.org/10.29063/ajrh2024/v28i10s.44.